Memahami Tahap Perkembangan Emosi Anak

Memahami Tahap Perkembangan Emosi Anak

Perkembangan emosi anak adalah hal yang wajib kita perhatikan dalam membentuk karakter si buah hati. Apa saja sih tahapan-tahapannya?

Bunda pernah enggak sih iseng menunjukkan ekspresi sedih dan berkata: Minta dong kuenya, nak? Lalu, si kecil  meresponsnya dengan senang hati dan mau berbagi makanan kesukaannya. Nah, ini adalah contoh anak mampu merasakan emosi. Pastinya ada banyak kejadian serupa lainnya yang Bunda alami, kan?

#TauNggakSihBun, ternyata anak memang mengalami perkembangan emosi seiring dengan pertambahan usianya lho dan di tiap tahapannya, ada cara-cara khusus yang bisa kita lakukan untuk membantu buah hati menjadi pribadi yang positif. Wah, seperti apa ya? Belajar bareng ByeBye-FEVER yuk!

Perkembangan emosi anak itu sesuatu yang nyata tapi sulit untuk didefinisikan. Karena itu, kita juga sebagai orang tua sering kali enggak ngeh atau setidaknya enggak merespons dengan baik tanda-tanda yang ditunjukkan oleh buah hati. Bahkan ilmuwan juga masih belum bisa satu suara terkait kemampuan emosi anak, terutama saat usianya masih sangat dini. 

Ada teori yang bilang bayi baru lahir hanya bisa memahami tiga emosi: senang, marah, dan takut. Tapi ada juga yang bilang sedari lahir kita sebenarnya sudah bisa merasakan lebih banyak lagi. Ya, perbedaan yang wajar-wajar saja sih, toh anak bayi belum bisa bicara juga, kan?

Tapi kita setidaknya bisa sedikit-sedikit belajar memahami tahap perkembangan emosi anak supaya bisa menjadi orang tua yang lebih baik dan membantu perkembangan si kecil menjadi sosok yang lebih baik lagi. Nah, dikutip dari laman resmi Ramussen College dalam kategori Early Childhood Education, ada tiga tahapan signifikan yang bisa kita perhatikan.

 

Tahap Pertama: Saat Bayi Baru Lahir hingga Usia Satu Tahun

Seperti yang udah kita bahas sebelumnya, memang enggak ada yang tahu sejauh apa kemampuan emosi seorang bayi. Tapi yang jelas, melalui suara-suara imut dan tangisannya, si kecil berusaha untuk mengomunikasikan apa yang ia rasakan, baik itu nyamannya sentuhan Bunda, maupun enggak nyamannya popok yang sudah mesti diganti.

Kebayang kan gimana perasaan adik bayi saat merasakan demam? Makanya sedia terus ByeBye-FEVER ya, plester kompres demam yang dapat memberikan rasa nyaman, senyaman sentuhan Bunda! Sementara untuk perkembangan pribadinya, Bunda bisa mulai dengan menciptakan lingkungan yang aman dan menyenangkan buat si kecil bertumbuh sebagai “modal” awal buat anak agar ia percaya diri dalam mengekspresikan emosinya. 

Untuk menciptakan lingkungan ini, membangun hubungan yang sehat adalah faktor yang paling utama. Saat kita membangun hubungan positif dengan anak sejak dini, ia akan merasa nyaman dan kepribadiannya bisa tumbuh dengan lebih baik. Karena itu, jangan sungkan untuk menunjukkan emosi dengan bijak ya, karena si kecil akan meniru kita. Berikan ruang juga bagi anak untuk mengatur emosinya. Misalnya, menghisap jempol memang sering kali disebut kebiasaan yang buruk, tapi itu sebenarnya salah satu cara anak menciptakan perasaan nyaman untuk diri sendiri.

 

Tahap Kedua: Usia Anak Dua hingga Tiga Tahun 

Perkembangan emosi anak di tahap ini, anak sudah mulai belajar kata-kata baru dan mulai bisa mandiri. Di usia ini, mereka mulai merasakan emosi yang kompleks tapi belum tahu bagaimana cara mengatasinya. Karena itu, siap-siap untuk usaha lebih keras ya Bunda! 

Kadang anak bisa menyampaikan emosinya dengan sehat, seperti bercerita atau bahkan berkarya. Tapi, di lain waktu dia mungkin juga akan mengamuk hanya karena enggak dituruti kemauannya. Percayalah, ini bakal kejadian. Bikin pusing memang, tapi Bunda mesti bisa tenang saat si kecil meluap. Mengamuk atau tantrum ini terjadi karena anak kehabisan cara menyampaikan emosi, dan tugas Bunda adalah membantu mereka berlatih agar dapat meluapkan emosi dengan cara yang lebih baik.

Ingat kalau si kecil berhak merasakan berbagai hal, their feelings are valid. Jadi, kita juga mesti mampu berempati. Anak enggak mungkin happy terus, pasti ada dong saat mereka merasa sedih atau marah. Bunda pun bisa membantu mereka agar mampu mengungkapkan perasaannya, misalnya dengan berkata, “Kenapa, nak? Marah ya? Marah karena mainannya diambil? Enggak apa-apa, Bunda ngerti. Tapi sekarang waktunya kamu tidur siang, nanti main lagi ya.”

 

Tahap Ketiga: Usia Anak Tiga hingga Lima Tahun

Situasi semakin rumit lagi nih, Bunda. Tapi enggak apa-apa, kadang kerumitan adalah tanda “naik level”, termasuk soal perkembangan emosi anak. Pada tahap ini anak sudah siap bersosialisasi lewat PAUD atau TK. Masuk ke lingkungan sosial memang penting banget untuk perkembangan pribadi anak, tapi tantangannya pun enggak bisa dikesampingkan. Setiap anak di kelasnya punya kebiasaan yang dibawa dari rumah dan keluarga masing-masing. Jadi ketika mereka bermain dan menghabiskan waktu bersama, konflik bisa saja terjadi.

Konflik antar teman di sekolah itu hal yang wajar, dan Bunda juga enggak mungkin jadi problem solver di setiap masalah yang anak hadapi. Tenang, seiring berjalannya waktu, anak bakal pandai mengatur emosinya sendiri kok Bunda. Selama konflik yang dihadapi si kecil masih dalam batasan wajar, lagi-lagi yang bisa Bunda lakukan adalah menjadi supporter dan role model buat si kecil.

Baik pulang dalam keadaan happy maupun murung dari sekolah, selalu tanyakan, bagaimana harinya di sekolah. Tak perlu memaksa juga ya Bunda kalau ia sedang enggak mood bercerita hari itu, cukup tanyakan kembali di hari lain. Tunjukkan saja kalau Bunda adalah sosok yang bisa dipercaya dan diandalkan. 

Soal mengatasi rasa kesal, sekali lagi anak bisa meniru perilaku Bunda dalam menunjukkan emosi. Coba ucapkan, apa yang Bunda rasakan di hadapan anak dan bagaimana Bunda mengatasinya. Misalnya, “Duh, Bunda kesal nih karena piring kesayangan Bunda pecah, Bunda mau tarik nafas dalam-dalam dulu ah supaya tenang.”

Lumayan challenging ya Bunda kalau berurusan dengan yang namanya emosi? Kita sendiri saja masih up and down, sekarang malah harus memahami emosinya anak. Tapi, kita pasti bisa kok. Tahap pengelolaan emosi ini bakal punya peran yang penting dalam membentuk kepribadian dan karakter anak nantinya. Jadi, jangan menyerah! Sama seperti Bunda yang enggak akan pernah menyerah untuk memberi kenyamanan, senyaman sentuhan Bunda saat si kecil sakit lewat plester kompres demam ByeBye-FEVER. Semangat Bunda!

Mountain
Cloud Cloud Cloud Cloud
keyboard_arrow_down